🦦 Pancasila Memiliki Prasyarat Menjadi Ideologi Terbuka Karena
Olehsebab itu, gagasan mengenai Pancasila sebagai ideologi terbuka bukanlah suatu yang harus dipandang sinis. Akan tetapi, lebih kepada nilai yang dikandung Pancasila telah mewakili pribadi bangsa. 2.1 1. Menerima Kenyataan bahwa Masyarakat Berkembang Sangat Cepat. 2.2 2. Pengaruh Komunisme Sangat Besar.
2 Pancasila sebagai Ideologi Bangsa. Maksudnya, nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila menjadi cita-cita normatif bagi penyelenggaraan bernegara. Dengan kata lain, visi atau arah penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia adalah terwujudnya kehidupan yang berketuhanan, berkemanusiaan, memiliki persatuan, kerakyatan, dan adil.
Pancasilasebagai ideologi terbuka juga berbahaya karena memberikan kesempatan terlalu besar untuk rezim penguasa menggunakannya hanya sebagai alat untuk meraih kepentingan kelompok politiknya dengan berbagai cara. Dengan kata lain, Pancasila bukan ideologi terbuka karena ia memiliki semacam pakem berupa rangkaian nilai ketuhanan-kemanusiaan
Pancasila sebagai ideologi terbuka yakni mampu menyesuaikan diri dalam perkembangan zaman. Karena, ideologi terbuka sendiri adalah ideologi yang mampu mengikuti perkembangan zaman dan bersifat dinamis. Pada hakikatnya Pancasila telah di bentuk melalui proses yang cukup panjang oleh para pendiri bangsa, seperti dilansir
Jakarta- . Pancasila sebagai ideologi terbuka hadir dengan kemampuan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan, teknologi, dan perkembangan aspirasi masyarakat. Hal ini dikarenakan pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat aktual, dinamis, dan antisipatif. Meski Pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat dinamis namun hal itu tidak mengubah sedikitpun nilai-nilai dasar
Makna Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah ideologi yang mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan zaman. Bagi bangsa Indonesia, ideologi Pancasila bukan hanya sebagai pedoman, melainkan juga menjadi fondasi dasar dalam kehidupan masyarakatnya. Menurut Hamid Darmadi dalam buku Apa, Mengapa, Bagaimana Pembelajaran Pendidikan
Asalmula yang langsung terjadinya Pancasila sebagai dasar filsafat negara,.. Asal mula pada sesudah dan menjelang Proklamasi Beranda Lainnya. Bab 5 Pancasila Sebagai Ideologi . 39
Penjelasantentang 3 dimensi yang dimiliki Pancasila sebagai
Tidakhanya itu, Pancasila sebagai ideologi terbuka juga memiliki beberapa nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, yaitu sebagai berikut : 1. Nilai Dasar. Nilai ini bersifat tetap dan tak berubah yang ada di dalam ideologi. Nilai ini diantaranya adalah ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Hal tersebut merupakan inti dari
Pancasilamemiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena? Bersifat operasional; Berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa; Dibutuhkan oleh seluruh warga masyarakat; Hasil pembentukannya merupakan keyakinan ideologis sekelompok orang; Semua jawaban benar; Jawaban: B. Berakar pada pandangan hidup bangsa dan falsafah bangsa
6 Berasal dari masyarakat. Keunggulan Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah : - Memiliki sikap-sikap positif yang dimiliki ideologi-ideologi lain yang ada di dunia. -Membela rakyat. -Peran serta negara tidak membuat rakyat menderita. -Bersifat terbuka. -Memberi kebebasan kepada rakyat (dalam berpolitik dan beragama).
Pancasilasebagai ideologi terbuka memiliki nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Nilai-nilai tersebut antara lain: 1. Nilai Dasar, yaitu hakikat kelima sila Pancasila yaitu ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan dan keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan essensi dari sila-sila Pancasila yang sifatnya universal, sehingga
DEfHBPI. Sumber satu klaim yang cukup menarik seputar Pancasila ialah potensinya untuk menjadi ideologi terbuka. Potensi ini ibarat pisau bermata ganda yang dapat bermanfaat sekaligus mana klaim Pancasila sebagai ideologi terbuka mengimplikasikan bahaya bagi bangsa Indonesia? Jika memang berbahaya, maka apa solusinya?PancasilaHistorisitas atau sejarah perkembangan Pancasila menunjukkan pada kita pro dan kontra seputar beberapa ideologi seperti komunisme dan satu sisi, pemerintahan Sukarno selama kurang-lebih 21 tahun 1945-1966 menunjukkan penerimaan jika bukan dukungan pada Sukarno sendiri memodifikasi pemikirannya seputar nasionalisme, agama, dan marxisme di era kolonialisme Belanda; menjadi nasionalisme, agama, dan komunisme. Kita tahu bahwa komunisme merupakan varian yang lebih spesifik atau tafsir Vladimir Lenin terhadap marxisme sehingga komunisme juga mendapat sebutan sebagai sisi lain, pemerintahan Suharto selama kurang-lebih 32 tahun 1966-1998 justru menunjukkan sikap antipati dan represif bukan hanya pada komunisme sebagai ideologi tetapi juga pada orang yang bersimpati atau sekadar mempelajarinya sebagai wacana akademis atau karya jelas dalam ingatan sebagian orang bagaimana misalnya jantung bergetar dan bulu merinding pada masa Orde Baru ketika membaca salah satu novel dari Pramoedya Ananta Toer yang mendapat stereotyping sebagai seorang amandemen Undang-Undang Dasar sebanyak empat kali dalam rentang empat tahun 1999-2002 membuka pintu dan membuka ruang seluas-luasnya bagi kapitalisme melalui pasal 33 ayat 4 yang secara eufemistik menggunakan istilah “demokrasi ekonomi.”Dengan demikian, Pancasila nampak sangat terbuka dan fleksibel terhadap pelbagai ideologi yang kontradiktif satu sama lain. Padahal, filsafat Pancasila berkaitan erat dengan pemikiran filsuf Yunani antik bernama Aristoteles sebagaimana klaim Profesor berupaya meyakinkan kita bahwa Pancasila dapat kita urai dengan pemikiran Aristoteles ihwal empat kausa materialis, formalis, finalis, dan efisien.Namun, sebagian penafsir Notonagoro justru mengembangkan klaim tersebut secara arbitrer. Contohnya, mereka secara semena menggunakan kausa finalis Aristoteles untuk menjustifikasi bahwa Pancasila sudah UUD hasil amandemen keempat hanya menyatakan dalam pasal 37 ayat 5 bahwa hanya NKRI yang tak dapat kita konsisten pada pemikiran Aristoteles dan menggunakannya untuk mengembangkan diskursus Pancasila; maka kita seharusnya tidak mengesampingkan prinsip non-kontradiksi dalam logika nilai di dalam Pancasila justru terkesan mengabaikan prinsip non-kontradiksi sebagaimana nilai persatuan berseberangan dengan nilai kerakyatan. Maksudnya, permusyawaratan perwakilan dalam sila keempat sangat rentan pada represi dengan dalih ini nampak jelas dalam Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan Maklumat Presiden 23 Juli 2001 yang mana keduanya secara serampangan membubarkan parlemen atau DPR. Bedanya, dekrit Sukarno berhasil membubarkan DPR hasil pemilu 1955 sedangkan maklumat Abdurrahman Wahid presiden sama-sama menggunakan semangat jika bukan argumentasi persatuan untuk membatalkan proses musyawarah melalui perwakilan di nilai di dalam sila keempat dapat meminggirkan nilai persatuan sebagaimana yang nampak dalam pilpres 2014 dan hanya bangsa Indonesia yang mengalami segregasi sosial sebagai akibat mendukung Joko atau Prabowo, tetapi sebagian pasangan suami-istri justru bercerai karena berbeda pilihan calon yang bercerai sepertinya kecewa ketika pada akhirnya mengetahui bahwa Presiden Joko mengangkat Prabowo sebagai Menteri Pertahanan pada paruh kedua saya belum mendengar atau mendapatkan informasi bahwa mereka yang pernah bercerai karena beda pilihan capres juga ikut rujuk sebagai ideologi terbuka sekilas terkesan positif karena seolah adaptif terhadap berbagai ideologi asing yang masuk ke Indonesia. Bahkan, bangsa ini bukan hanya adaptif terhadap ideologi politis tetapi juga agama yang datang dari Timur Tengah, Asia Barat dan Asia istilah terbuka’ juga memberikan kesan negatif karena nampak “murahan” serta gampangan untuk menerima apa yang asing dan baru. Bahkan, istilah Pancasila’ itu sendiri juga kita pinjam dari istilah yang sama yang terdapat di dalam Buddhisme meski Sukarno tidak mengakui hal ini dalam pidatonya pada 1 Juni Pancasila-atau lebih tepatnya keterbukaan rezim penguasa-terhadap berbagai ideologi asing dan baru juga menyisakan potensi negatif seperti pikiran ahistoris yang nampak pada generasi dosen yang turut mengajar mata kuliah Pancasila di universitas, saya merasakan secara langsung bagaimana mahasiswa semester satu atau dua terpapar tafsir Pancasila yang beraroma Orde Baru, monolitik dan pada taraf tertentu ultra-nasionalistik dari guru di sekolah asal satu akibatnya, saya harus membongkar terlebih dahulu alam pikiran Orde Baru yang menghuni pikiran mahasiswa seputar Pancasila. Hal ini tidak mudah karena mahasiswa sudah telanjur bosan dan antipati pada tafsir Pancasila secara monolitik ala Orde yang menarik bagi mahasiswa justru sisi historis dari perkembangan Pancasila mulai dari rapat-rapat BPUPK pada akhir Mei dan Juni 1945 hingga penetapan UUD pada 18 Agustus lebih spesifik, mahasiswa tertarik pada uraian kritis terhadap buku Risalah Sidang terbitan Sekretariat Negara; yang berpotensi bias karena hanya merujuk pada buku Yamin berjudul Naskah Persiapan Undang-Undang Dasar 1945 jilid pertama tahun Yamin itu menyelipkan salinan naskah pidato Yamin yang ia sendiri tidak pernah menyampaikannya di dalam sidang BPUPK. Dalam naskah itu, Yamin terkesan mendahului Sukarno mengenai isi atau substansi juga tertarik pada ketikan stenografi buatan Ny. TB Simatupang dan Ny. Netty Karundaeng yang hingga tulisan ini saya buat masih belum dapat kita akses di Arsip Nasional. Bahkan, Dr Yudi Latif juga pernah mengaku di dalam sebuah kuliah umum yang terdapat rekamannya di Youtube – mulai menit ke-31 tidak mampu mengaksesnya meski ia ketika itu menjabat sebagai Ketua BPIP Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.Ketikan stenografi ini kemungkinan besar tidak memuat naskah tertulis yang Yamin selipkan belakangan di dalam bukunya. Dugaan ini mendapat dukungan dari fakta bahwa Yamin tidak pernah mengembalikan ketikan stenografi yang ia pinjam dari salah satu kakak-beradik menantu Yamin yang juga seorang putri Solo yang mengembalikan ketikan stenografi itu setelah mengetahui pemerintah Belanda mengembalikan salinan serupa setelah mereka merampasnya pada agresi militer ke Pancasila yang keruh atau kusut seperti ini yang justru atraktif dan menantang bagi mahasiswa generasi Y dan Z. Mereka memiliki berbagai alasan yang salah satu di antaranya ialah gugatan dan kekecewaan terhadap berbagai rezim penguasa yang menggunakan Pancasila hanya sebagai alat ketimbang hal ini terus terjadi, maka Pancasila hanya akan menjadi alat untuk memukul lawan politik sebagaimana yang terjadi pada masa Orde Baru. Kelompok masyarakat yang kritis pada Pancasila serta-merta mendapat label anti-Pancasila, ekstrem kanan atau ekstrem mengupayakan Pancasila sebagai ideologi yang bersifat inklusif, maka terdapat beberapa hal yang perlu kita pemerintah dalam hal ini Arsip Nasional perlu membuka akses seluasnya bagi publik untuk membaca salinan stenografi sidang-sidang BPUPK. Hal ini penting untuk menunjukkan bahwa pemerintah terbuka pada berbagai elemen yang berkepentingan dengan sejarah pemerintah perlu merangkul berbagai kelompok masyarakat. Jangan lagi keliru mengampanyekan slogan seperti, “Saya Pancasila” yang seolah menantang atau bahkan mengklaim bahwa orang lain tidak bubarkan BPIP yang mengokohkan dominasi jika bukan monopoli tafsir atas Pancasila. Selama pemerintah masih menganggap perlu untuk mengedukasi masyarakat ihwal Pancasila secara monolitik, maka selama itu juga pemerintah menyimpang dari cita-cita Sukarno bahwa Pancasila merupakan hasil penggaliannya dari alam pikiran bangsa karakter dan sifat inklusif dari Pancasila terletak pada kemampuan bangsa ini untuk merangkul berbagai ideologi yang berkembang di pendirian BPIP dan kampanye berlebihan tentang Pancasila hanya mengesankan sifat dan karakter eksklusif karena penguasa menggunakan Pancasila hanya sebagai alat untuk memukul liyan atau lawan satu sisi, Pancasila sebagai ideologi terbuka bersifat berbahaya karena terlalu membuka diri terhadap berbagai ideologi asing dan baru yang terkadang menimbulkan benturan ideologis seperti yang nampak dalam sejarah perkembangan Pancasila di masa sebagai ideologi terbuka juga berbahaya karena memberikan kesempatan terlalu besar untuk rezim penguasa menggunakannya hanya sebagai alat untuk meraih kepentingan kelompok politiknya dengan berbagai kata lain, Pancasila bukan ideologi terbuka karena ia memiliki semacam pakem berupa rangkaian nilai ketuhanan-kemanusiaan-persatuan-kerakyatan-keadilan. Tepat di sini, warga bangsa perlu mengkritisinya Apakah betul kelima nilai tersebut bersifat koheren satu sama lain?Bukankah klaim Pancasila sebagai ideologi terbuka seharusnya juga menerima nilai ketidakmanusiaan, perpecahan, otoritarianisme dan ketidakadilan; agar konsisten dan konsekuen dengan penerimaan terhadap atheisme dan anti-theisme yang bertentangan dengan sila pertama?Di sisi lain, keterbukaan Pancasila sebagai ideologi mengandung unsur positif dalam hal merangkul mereka yang berbeda. Namun, hal ini mensyaratkan rezim penguasa untuk berhenti mendikte tafsir monolitik atas poin usulan di atas kiranya dapat menjadi solusi untuk mengupayakan Pancasila sebagai ideologi yang tidak terbuka tetapi juga tidak ini nampak aneh bagi mereka yang belum sanggup membebaskan pikiran dari cengkeraman prinsip non-kontradiksi Aristoteles; tetapi hal biasa bagi mereka yang terlatih dengan logika modern yang lebih lentur dan luwes.
Pancasila memiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena - Pancasila adalah ideologi nasional Indonesia yang menjadi landasan negara. Sebagai sebuah ideologi, Pancasila memiliki prasyarat untuk menjadi ideologi terbuka yang dapat diadaptasi dan berkembang seiring dengan perubahan zaman. Prasyarat tersebut adalah adanya tiga dimensi penting dalam Pancasila, yaitu dimensi realitas, dimensi idealitas, dan dimensi realitas mengacu pada prinsip-prinsip yang mendasar dan relevan dengan situasi aktual yang dihadapi oleh bangsa Indonesia. Prinsip-prinsip ini harus berdasarkan fakta dan realitas yang ada di masyarakat, sehingga Pancasila dapat menjadi panduan dan solusi bagi permasalahan yang ada di idealitas mengacu pada cita-cita atau tujuan yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia. Pancasila mengandung nilai-nilai luhur yang harus diwujudkan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Nilai-nilai ini mencakup keadilan sosial, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, dan kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha fleksibilitas mengacu pada kemampuan Pancasila untuk berkembang dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Seiring dengan perkembangan zaman dan perubahan sosial, nilai-nilai Pancasila harus tetap relevan dan dapat diaplikasikan dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pancasila harus mampu memberikan ruang untuk mengakomodasi perubahan sosial, sehingga dapat menjadi ideologi yang dinamis dan tidak adanya tiga dimensi tersebut, Pancasila dapat menjadi ideologi terbuka yang tidak mengikat dan membebaskan bagi masyarakat Indonesia. Pancasila memungkinkan masyarakat Indonesia untuk menerima dan mengembangkan ideologi tersebut sesuai dengan tuntutan zaman dan perubahan sosial yang ada. Oleh karena itu, Pancasila memiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena mengandung tiga dimensi, yaitu dimensi realitas, dimensi idealitas, dan dimensi konteks globalisasi dan modernisasi yang semakin pesat, Pancasila sebagai ideologi terbuka menjadi semakin penting untuk diimplementasikan. Melalui dimensi realitas, Pancasila dapat memberikan solusi bagi berbagai masalah sosial dan politik yang dihadapi oleh masyarakat Indonesia saat ini, seperti ketimpangan ekonomi, konflik antar etnis, dan masalah idealitas Pancasila menjadi landasan dalam membangun masyarakat yang adil dan makmur, yang tidak hanya berfokus pada pembangunan ekonomi semata tetapi juga memperhatikan aspek sosial, budaya, dan lingkungan. Nilai-nilai Pancasila yang mengedepankan persatuan dan kesatuan bangsa serta kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan dapat menjadi landasan bagi kebijakan dan keputusan yang diambil oleh dimensi fleksibilitas Pancasila memungkinkan nilai-nilai tersebut tetap relevan dan dapat diadaptasi dengan perubahan zaman dan perubahan sosial yang terjadi. Hal ini memungkinkan Pancasila sebagai ideologi terbuka dan dinamis yang dapat beradaptasi dengan perubahan zaman dan kebutuhan era globalisasi, Pancasila sebagai ideologi terbuka perlu terus diperkuat dan diimplementasikan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta memperkuat identitas nasional. Dengan memperkuat Pancasila, diharapkan masyarakat Indonesia dapat bersama-sama membangun negara yang lebih maju, sejahtera, dan khas dari ideologi terbuka adalah kemampuannya untuk mengakomodasi perubahan dan kemajuan zaman serta mampu menerima perbedaan dan kritik secara konstruktif. Ideologi terbuka juga menempatkan hak asasi manusia, pluralisme, dan demokrasi sebagai nilai-nilai utama yang harus dijunjung disebut sebagai dasar negara karena nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dijadikan sebagai pijakan dalam pembentukan dan penyusunan konstitusi Indonesia. Pancasila menjadi dasar hukum dan landasan utama dalam tata kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di itu, Pancasila juga disebut sebagai ideologi negara karena ia memberikan pandangan hidup dan arah bagi masyarakat Indonesia dalam menjalankan kehidupannya secara sosial, politik, dan budaya. Pancasila memberikan nilai-nilai yang menjadi pedoman bagi kebijakan dan tindakan pemerintah serta masyarakat Indonesia secara umum. Demikian artikel kali ini di motorcomcom jangan lupa simak artikel menarik lainnya disini.
pancasila memiliki prasyarat menjadi ideologi terbuka karena